Bandung (BRS) – Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat (Jabar) Herman Suryatman, menegaskan dana operasional gubernur dan wakil gubernur bukanlah fasilitas pribadi, melainkan anggaran yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat di lapangan.
“Dana operasional ini sepenuhnya kembali ke masyarakat. Kepala daerah hanya berperan sebagai pengambil keputusan cepat ketika ada kebutuhan mendesak,” ucap Sekda Herman di Bandung, Jumat (12/9/2025).
Ia mencontohkan, jika gubernur atau wakil gubernur melihat langsung rumah warga roboh saat kunjungan, bantuan bisa segera disalurkan tanpa harus menunggu proses musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) yang memakan waktu.
Berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 14 Tahun 2025, gaji dan tunjangan kepala daerah dan wakil kepala daerah (KDH/WKDH) Jawa Barat mencapai Rp2,2 miliar per tahun. Sedangkan dana operasional ditetapkan Rp28,8 miliar.
“Angka itu sesuai regulasi, yakni 0,15 persen dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan PAD Jabar Rp19 triliun, dana operasional sebesar Rp28,8 miliar memang sah secara aturan,” tegas Sekda Herman.
Menurutnya, ketentuan mengenai kedudukan keuangan kepala daerah dan wakil kepala daerah, termasuk Biaya Penunjang Operasional (BPO), sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Dana tersebut dipergunakan untuk mendukung koordinasi, penanganan kerawanan sosial, hingga kegiatan khusus lain yang sifatnya mendesak.
Sekda Herman juga menegaskan, BPO yang diterima Gubernur Jabar seluruhnya digunakan sesuai ketentuan. Tidak ada ruang untuk penggunaan pribadi.
“Semua bisa dipertanggungjawabkan dengan bukti lengkap. Justru dana ini hadir agar kepala daerah bisa cepat membantu masyarakat,” tegasnya.
Selama ini, BPO dipakai untuk berbagai kebutuhan nyata di lapangan. Di antaranya bantuan bagi anak yatim, dukungan bagi santri di pesantren, santunan bagi korban rumah roboh, bantuan usaha bagi masyarakat miskin, hingga pembangunan jalan kampung.
“Kalau semua harus lewat mekanisme Musrenbang, prosesnya bisa sangat panjang. Sementara di lapangan banyak kasus yang harus segera ditangani,” ungkap Sekda Herman.
Ia menambahkan, keberadaan dana operasional juga menjaga wibawa kepala daerah ketika berhadapan langsung dengan masyarakat.
“Bayangkan jika gubernur datang melihat warga yang sedang kesulitan, tapi tidak bisa langsung berbuat apa-apa. Itu akan mencederai marwah kepala daerah,” ucapnya.
Dengan mekanisme BPO ini, lanjut Sekda Herman, gubernur dan wakil gubernur dapat bergerak cepat menyalurkan bantuan yang benar-benar dibutuhkan warga, sekaligus memastikan setiap rupiah terpakai sesuai aturan.
“Sekali lagi, dana operasional ini bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan instrumen agar pemerintah hadir secara nyata di tengah masyarakat,” pungkasnya.