Studi: Peningkatan Campak dan Pertusis Berkaitan dengan Penolakan Vaksin

[ad_1]

c3a6c561-b327-42c1-9b8d-015bdebbd590_169

Orang tua yang menunda atau tak mengikutsertakan anaknya untuk divaksinasi dikatakan oleh studi berkontribusi terhadap peningkatan jumlah kasus campak dan pertusis atau batuk rejan di Amerika Serikat (AS).

Pada tahun 2000 lalu AS sebetulnya telah mengumumkan bahwa campak telah berhasil dieliminasi dengan jumlah kasus baru mencapai angka nol. Tapi demikian ketika ada isu miring tentang vaksin berhembus dan membuat beberapa orang menolaknya, tercatat ada 1,416 kasus baru di mana lebih dari setengahnya terjadi pada orang yang tak pernah divaksin.

Selain itu kasus pertusis ada 10.000 dan diketahui 24 sampai 45 persennya terjadi pada mereka yang sama sekali tak pernah atau hanya sebagian saja divaksinasi.

Pemimpin studi Dr Saad Omer dari Emory University mengatakan memang tak semua vaksin selalu efektif 100%, tapi bila semakin banyak orang tetap dibiarkan tak divaksin maka kemungkinan penyakit untuk menyerang juga semakin besar.

“Jika ada sejumlah individu yang rentan terhadap penyakit atau tidak divaksinasi dalam sebuah komunitas, maka risiko untuk terinfeksi akan naik bahkan pada anak-anak yang sudah divaksinasi,” kata Omer seperti dikutip dari Reuters pada Kamis (17/3/2016).

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) dalam keadaan normal orang yang mendapat vaksin untuk pertusis masih punya kemungkinan terinfeksi 2%. Sementara itu untuk campak mereka yang sudah divaksinasi juga masih mungkin terkena 3%.

Tapi peneliti mengatakan angka tersebut merupakan perkiraan dalam keadaan normal di mana tingkat cakupan vaksinasi mencapai batas minimal yang disarankan. Dengan semakin banyaknya jumlah kasus bahkan pada populasi yang telah divaksin, Omar dalam studi yang dipublikasi di Journal of the American Medical Association (JAMA) mengatakan hal ini sebagai tanda-tanda penurunan imunitas total terhadap penyakit.

“Memang sulit untuk memberi angka spesifik seberapa besar pengaruh penolakan vaksin menurunkan perlindungan penyakit dalam sebuah komunitas,” kata Dr Matthew Davis, peneliti anak dari University of Michigan mengomentari studi.

“Apa yang ditunjukkan dari tinjauan terakhir ini adalah mereka yang menolak vaksin ternyata tak hanya meningkatkan risiko mereka sendiri terhadap penyakit tapi juga pada orang lain. Bahkan pada mereka yang sudah divaksin karena efek proteksinya jadi tak sekuat dulu,” tutup Davis.

(fds/vit)
Sumber : Detik

[ad_2]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *