Bandung (BRS) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) bersiap melakukan pengetatan anggaran menyusul berkurangnya dana transfer dari pemerintah pusat pada 2026.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan, pemangkasan tidak akan menyentuh belanja publik, melainkan pos-pos pengeluaran yang dinilai tidak mendesak.
“Yang dipangkas itu bukan pelayanan publik, tapi hal-hal yang sifatnya ‘snack’,” kata Gubernur Dedi usai Rapat Koordinasi Penanganan Infrastruktur Jawa Barat di Gedung Pakuan, Bandung, Selasa (30/9/2025).
Menurutnya, keputusan ini merupakan hasil kesepakatan bersama dalam rakor. Fokus utama pengetatan meliputi belanja barang dan jasa, pemeliharaan gedung, perjalanan dinas, serta pos konsumsi makan-minum. Selain itu, pemakaian listrik, air, internet, hingga transportasi dinas juga akan dikendalikan secara ketat.
“Ini untuk menurunkan penggunaan listrik, mengurangi biaya internet, menekan pemakaian air. Jadi, strategi penghematan ini bukan untuk memperlambat, justru agar kita tetap bisa berlari kencang menuju Jabar Istimewa,” tegas Gubernur yang akrab disapa KDM.
KDM menambahkan, Pemprov Jabar tetap berkomitmen menjaga kinerja di 2026 meskipun menghadapi keterbatasan anggaran.
“Kita hanya kehilangan snack, kehilangan makan siang, kehilangan perjalanan dinas. Listrik malam hari tidak boleh nyala kecuali di luar, AC dan televisi juga nanti akan diatur jam penggunaannya,” jelasnya.
Selain efisiensi pada fasilitas, Pemprov juga akan memperkuat mekanisme pengingat dan pengawasan terhadap penggunaan perangkat kantor pemerintahan. Kebijakan work from home (WFH) disebut tetap berjalan normal, tanpa perubahan signifikan.
KDM menegaskan langkah ini penting agar pengeluaran lebih terukur dan program prioritas tidak terganggu.
“Intinya kita ingin semua belanja lebih efektif. Kalau kemarin pinggang dikencengin, sekarang mungkin lehernya,” ujarnya setengah bercanda.
Dengan strategi ini, Pemprov Jabar berharap tidak ada gangguan terhadap program pembangunan infrastruktur maupun pelayanan dasar masyarakat. Efisiensi difokuskan pada pos-pos administratif, bukan sektor publik yang menyentuh kebutuhan langsung warga.
Kebijakan pengetatan belanja ini juga menjadi pesan bahwa pemerintah daerah harus semakin disiplin dalam mengelola fiskal.
“Kami ingin menunjukkan bahwa efisiensi bukan berarti mengurangi pelayanan. Justru kita belajar mengatur ulang prioritas agar masyarakat tetap merasakan manfaat pembangunan,” pungkasnya.