Alexander Marwata, Hakim Tipikor yang Kini Duduk di Kursi Pimpinan KPK

[ad_1]

f031fb70-6d16-471f-b30d-7749b7c6ab2c_169

Persoalan korupsi bukan hal asing tentunya bagi Alexander Marwata. Namun sosoknya cukup kontroversial lantaran pernah melakukan dissenting opinion dengan menyatakan mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah tidak terbukti korupsi.

Kini Alex menduduki jabatan yang penting yaitu pimpinan KPK. Alex terpilih bersama dengan 4 orang lainnya yaitu Agus Rahardjo, Saut Situmorang, Basaria Panjaitan dan Laode M Syarif melalui voting di Komisi III DPR, Kamis (17/12/2015) malam.

Alex pernah menjadi auditor ahli BPKP. Keahliannya sebagai auditor itu cukup lama diterapkan saat di BPKP yaitu sejak 1989 hingga 2011.

Persoalan tentang dissenting opinion pernah disinggul pula dalam wawancara dengan pansel. Saat itu Alex dicecar mengenai putusannya yang kerap berbeda pendapat dalam mengadili koruptor.

Namun menurut Alex, hal itu seharusnya jadi koreksi untuk KPK. Alex menyebut dalam perkara korupsi yang ia tangani, banyak surat dakwaan yang terkesan disusun asal-asalan.

“Kalau dakwaan dibuat asal-asalan dengan pembuktian tidak profesional, terus nanti hakimnya ada mindset, seolah KPK tidak pernah salah, itu menurut saya justru jadi bumerang,” ujarnya saat itu.

Selain sebagai auditor, Alex juga berpengalaman sebagai hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Tentunya, dakwaan yang disusun KPK bukanlah hal asing bagi Alex.

Pada saat uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR, pada Senin (14/12) lalu, Alex sempat menyinggung soal fungsi supervisi yang dimiliki KPK. Menurut Alex, seharusnya KPK bisa menjadi quality insurance bagi proses penyidikan di Kepolisian dan Kejaksaan.

“KPK seharusnya menjadi quality insurance bagi kepolisian dan kejaksaan. Disparitas dakwaan dan kualitas pembuktian itu sangat jauh. Supervisi belum berjalan optimal,” kata Alex.

Menurut Alexander, perbedaan kualitas penindakan itu sangat ketara di surat dakwaan dan saat proses pembuktian di persidangan. Sebagai hakim ad hoc tipikor Jakarta, Alex sangat paham mengenai kualitas dakwaan para jaksa.

Terlepas dari itu, salah satu ide Alex yang cukup mencuri perhatian yaitu tentang sorotannya soal gaya hidup mewah yang biasanya diidentikkan dengan tindak pidana korupsi. Hidup mewah bisa jadi tanda tanya bila kenyataannya si pejabat negara hanya punya satu pemasukan dari penghasilan yang jumlahnya tidak sebanding dengan harta.

Kesesuaian gaya hidup dengan penghasilan para pejabat negara ini yang menjadi penting. Pengecekan terhadap laporan harta kekayaan perlu dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya penyimpangan.

Upaya ini yang ditekankan Alexander Marwata. Konsep yang disebut lifestyle check ini menurutnya menjadi deteksi awal ada tidaknya dugaan tindak pidana korupsi dengan cara melihat kesesuaian penghasilan dengan gaya hidup penyelenggara negara.

“Konsep ini secara sistematis akan berjalan dari level masyarakat hingga pelaporan ke KPK. Sehingga proses cek dan ricek dari dugaan korupsi akan semakin berjalan efektif,” ujar Alexander saat dihubungi, Selasa (8/12/2015).

Melalui konsep ini, Alex mengajak peran serta aktif masyarakat untuk mengamati perilaku para penyelenggara negara yang memiliki gaya hidup yang tidak sesuai dengan profil penghasilannya.

Alex yang berpengalaman 20 tahun menjadi auditor memang kerap menemukan kejanggalan antara penghasilan dengan transaksi yang dilakukan baik atas nama pribadi maupun bisnis. Pengecekan ini juga bisa dilakukan dengan membandingkan laporan pajak.

“Semisal karyawan setingkat staf tapi sudah memiliki rumah dan mobil mewah yang tidak mungkin dibeli dari gaji selama dia berkerja tanpa ada penghasilan tambahan,” sambung hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi ini.

Upaya pencegahan, menurut Alex, harus dilakukan sejalan dengan upaya penindakan. Nah untuk mengawasi para pejabat negara, maka diperlukan koordinasi kuat antara KPK dengan lembaga atau pun institusi lain.

“Kita akan bekerjasama dengan badan usaha milik negara, lembaga ataupun institusi lain terutama dengan bagian inspektorat jenderal atau pengawasan internal. Serta melakukan sosialisasi mengenai peran aktif masyarakat untuk turut memantau gaya hidup para pejabat di Indonesia dan bekerja sama dengan KPK,” papar dia.

Alex berencana memperkuat direktorat pengawasan di masing-masing instansi. “Saya akan memperkuat fungsi pengawasan dengan menjalin kerjasama dalam langkah prosedur pengawasan, konsultasi pelaksanaan e-budgeting dan e-tender,” ujarnya.

Tapi butuh peran serta masyarakat untuk ikut mengawasi para pejabat negara. Bila ditemukan kejanggalan utamanya terkait melonjaknya harta kekayaan dalam waktu singkat, maka masyarakat bisa memberi laporan.

“Silakan awasi, catat dan laporkan jika terjadi penyimpangan-penyimpangan terutama penumpukan harta yang abnormal. Korupsi adalah musuh bersama, peran aktif masyarakat akan membuat peran penindakan KPK semakin tajam dalam memberantas praktik korupsi. Dengan semakin ketatnya pengawasan dari masyarakat, akan mempersempit ruang gerak dan kesempatan para oknum pejabat yang hendak melakukan rasuah,” sambung dia.
(dhn/dhn)

Sumber : Detik.com

[ad_2]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *