[ad_1]
Indonesia masih dinilai tertinggal dalam pengembangan dan penyediaan infrastruktur transportasi seperti rel kereta, jaringan jalan, pelabuhan hingga bandara. Kondisi ini terjadi hampir 20 tahun terakhir atau sejak krisis ekonomi 1997/1998 hingga era saat ini.
“Infrastruktur kita praktis sudah 20 tahun lebih mengalami backlog (ketertinggalan),” kata Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Danang Parikesit kepada detikFinance, Rabu (6/1/2016).
Kondisi tersebut bukan tanpa sebab. Danang menilai persoalan alokasi belanja proyek yang rendah hingga aktivitas pemeliharaan infrastruktur yang kurang bijak menjadi penyebab.
Karena belanja yang rendah, pembangunan infrastruktur berjalan lamban bahkan lebih parahnya lagi adalah alokasi pembangunan tersedot ke biaya perawatan infrastruktur yang seharusnya tak perlu.
“Contohnya untuk pemeliharaan jalan dan pemeliharaan berkala yang harusnya 10 tahun, ternyata hanya 3 tahun harus rehabilitasi sehingga itu sangat boros. Kalau tidak boros, investasi seharusnya bisa direlokasi ke Indonesia Timur,” tambahnya.
Tentunya ada dampak negatif dari tertinggalnya infrastruktur transportasi yang umumnya terjadi di Indonesia Timur.
“Maka biaya investasi dan set up bisnis di Indonesia Timur menjadi 2-3 kali lebih tinggi daripada di Jawa, Sumatera dan Bali. Alhasil, pertumbuhan ekonomi Indonesia Timur juga tertekan,” paparnya.
Ia sangat mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang langsung tancap gas mengejar ketertinggalan infrastruktur transportasi di Indonesia. Belanja infrastruktur dinaikkan dan pembangunan infrastruktur bertebaran di mana-mana.
Kondisi ini, lanjut Danang, bisa jadi momentum kebangkitan ekonomi dan pembangunan. Selain itu, biaya barang dan jasa ditargetkan bisa merata di seluruh Indonesia bila pembangunan infrastuktur yang digagas Jokowi selesai tepat waktu.
“Jangka panjang akan menurunkan biaya transaksi, termasuk biaya transportasi sehingga barang dan jasa lebih kompetitif,” ujarnya.
(feb/ang)
Sumber : Detik.com
[ad_2]